Klik di sana

Do`a yang Tertunda


Seorang kawan bertanya dengan nada mengeluh. “Dimanakah letak keadilan Allah?” ujarnya. “Telah lama aku meminta padaNya satu hal saja, namun sampai saat ini tidak juga diberikanNya. Padahal sudah kuiringi dengan segala ketaatan kepadaNya. Meninggalkan kemaksiatan. Menegakkan yang wajib. Dan ku berusaha memenuhi setiap hak-haknya. Ku istiqomahi yang sunnah. Memberi shadaqah. Sholat dhuha dan sholat malam yang senantiasa beriringan. Bergaul dengan saudara seiman dengan akhlak yang baik. Mempelajari dan mengajarkan Al Quran. Tapi sampai saat ini belum juga Allah mengabulkan permintaanku itu. Sama sekali belum.”

Aku menatapnya iba. Lalu tertunduk sedih. Aku dapat merasakan betapa putus asanya ia. Ketika kenyataan dan do`a saling berlawanan. Tidak beriringan. Harapan dan kekecewaan saling beradu. Kini ia pun tertunduk dan mulai terisak. “Padahal,” lanjutnya sambil menahan linangan air mata agar tak tumpah dari kelopaknya, “Ada teman lain yang ia rajin melakukan kemaksiatan. Melanggar batas-batasNya. Wajibnya tak utuh. Sunnah jarang ia sentuh. Akhlaknya tidak mengenakkan saudara-saudaranya. Bicaranya tidak teratur. Tapi begitu ia menginginkan sesuatu pasti ia mendapatkannya. Semua yang ia minta pasti diberi oleh Allah. Lalu dimanakah letak keadilan Allah?”

Setelah ku berfikir sejenak, rasanya aku mempunyai banyak kata untuk menghakiminya. Bisa saja kukatakan, “Kamu sombong. Kamu terlalu bangga dengan amalanmu. Kamu merendahkan orang lain. Kamu tertipu oleh kebaikan-kebaikanmu. Jangan heran kalau do`amu tidak diijabah, kesombonganmu telah menghapus segala kebaikan. Mungkin teman yang kamu rendahkan lebih baik di mata Allah karena ternyata ia menyembunyikan amal sholihnya darimu dan juga dari orang lain,” fikirku.

Tapi aku mencoba berfikir lain. Mungkin saja ia mengucapkan semua itu bukan semata-mata begitu saja keluar dari mulutnya, apalagi dengan niatan riya` atau pun sombong. Tapi karena ia sedang putus asa dan yang ia butuhkan adalah motivasi. Kalau pun ada niatan seperti itu biarlah Allah saja yang tahu. Yang aku tahu, ia sedang membutuhkan nasihat. Ia sedang harus ditolong. Tidak tepat rasanya jika aku harus menghukuminya dengan semua itu. Maka aku lebih memilih untuk melihat masalah ini dari sudut pandang yang lain. Yang kuharap akan lebih mengena pada dirinya, bukan malah menjadikannya semakin putus asa dengan keadaannya.

“Kawan, pernahkah kau didatangi seorang pengamen?” tanyaku padanya.

“Maksudmu?”

“Ya, pengamen. Pernahkah?”

“Iya. Pernah.” jawabnya sedikit terheran dengan pertanyaanku.

“Bayangkan jika pengamennya adalah seorang yang bertato, berpenampilan seram, bertindik, bau badannya tidak sedap, bajunya berantakan, auratnya diumbar, menggunakan gitar rusak, ditambah lagi suaranya jelek, dan lagu yang dinyanyikan tidak pantas untuk didengar. Kira-kira apa yang akan kamu lakukan?”

“Akan segera ku beri uang, agar ia segera berhenti dan pergi.” jawabnya.

“Lalu bagaimana jika pengamennya itu bersuara emas, penampilannya rapi, baunya wangi, di mukanya tersimpul senyuman, pakaiannya bersih, tidak menggunakan alat-alat musik yang dilarang, dan lagu yang ia nyanyikan sarat dengan nasihat dan motivasi. Apa yang akan kamu lakukan?”

“Akan kudengarkan ia bernyanyi sampai akhir. Atau bahkan aku akan memintanya menyanyikan lagu-lagu yang lain.”

Kami pun tersenyum.

“Kamu mengerti kan?” tanyaku. “Bisa saja Allah juga berlaku begitu pada kita, para hambaNya. Jika ada manusia yang fasik, tukang maksiat, banyak dosa, lalu di saat ia membutuhkan sesuatu ia berdo`a kepada Allah dan meminta apa yang ia inginkan, mungkin Allah akan memerintahkan kepada malaikatnya untuk segera memberi apa yang ia minta. Karena Allah tidak suka mendengar do`a dan rengekannya, ia hanya datang ketika menginginkan sesuatu. Namun jika yang menengadahkan tangan itu adalah hambaNya yang taat, yang Dia cintai, yang giat beribadah, menghidupkan malam-malamnya dengan sholat malam dan mengisi siangnya dengan dakwah dan Al Quran, serta menyempurnakan yang wajib dan menegakkan yang sunnah, maka mungkin saja Allah akan berfirman pada malaikatNya: ‘Tunggu. Tunda dulu apa yang menjadi hajatnya. Sungguh Aku bahagia mendengar rengekannya. Aku senang menyimak do`a - do`anya. Aku menyukai permintaannya dan isak tangisnya. Aku menyukai khusyu` dan tunduknya. Aku tak ingin ia meninggalkan-Ku setelah ia mendapatkan apa yang ia minta. Aku mencintainya.’”

“Oh ya? Betul demikiankah yang terjadi padaku, Kawan?” tanyanya padaku.

“Hm.. Tentu saja, pastinya aku tidak tahu...” Jawabku sambil tersenyum. Dia tampak terkejut. Segera ku lanjutkan kalimatku, “Aku hanya ingin kamu berbaik sangka pada Rabb kita.” Dia pun mengangguk lalu tersenyum. Alhamdulillah.

 Wallahuta`ala a`lam bisshowab.
Previous
Next Post »


Sharing artikel ini ke berbagai social media Anda (facebook, twitter, google +, dsb)
Jangan Lupa Comment/Like Anda... ConversionConversion EmoticonEmoticon Off Topic

Thanks for your comment